Katabrita – Laporan Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) tentang adanya dugaan korupsi sejumlah proyek di Pemkot Manado, mendapat perhatian dari akademisi Sulawesi Utara (Sulut) Ai Firman Mustika SH MH.
Dosen hukum di Universitas Trinita Manado ini mengatakan data yang dibawa oleh Rako Sulut terkesan mentah. Pasalnya, data tersebut diambil dari LPSE yang notabenenya bisa diakses semua orang.
“Yang saya lihat data ini sangat mentah dan tak akurat. Karena hanya mengambil dari LPSE dan kemudian membuat laporan ke aparat hukum,” ujar Firman, Rabu (15/11) 2023.
“Kalau tata caranya hanya seperti itu, maka tidak butuh LSM untuk melaporkannya. Anak sekolahan juga bisa datang bawa laporan ke Kejaksaan,” ucapnya.
Dosen yang akrab dengan sapaan Ai ini juga mengomentari tentang adanya dugaan korupsi, kolusi, nepotisme atau KKN dalam tender proyek-proyek di Pemkot Manado.
Menurutnya sesuai dengan aturan LKPP nomor 12 tahun 2021 apabila hanya terdapat satu perusahaan yang mengajukan penawaran, maka tender dilanjutkan dengan evaluasi administrasi, teknis, dan kualifikasi.
Selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi, apabila memenuhi persyararan, maka akan dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga sampai pada proses penetapan pemenang tender.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses lelang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan tersebut telah dilaksanakan sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Disini sudah jelas bahwa RAKO Sulut ini tak paham aturan. Makanya lebih baik tidak mempermalukan citra diri dengan koar-koar di media tapi tak tahu aturannya,” ujar dia.
Firman pun menilai apa yang dilaporkan oleh RAKO Sulut terkesan cari sensasi dan panggung.
“Ini seperti cari panggung tapi tidak paham aturannya,” tegas dia.
Sementara, Harianto Nangana, Ketua LSM RAKO, mengaku RAKO mengawal pembangunan dari ancaman oknum-oknum perilaku koruptor.
“Kita hambat perilaku koruptor dan oknum-oknum yang menikmati hasil korupsi,” kata Harianto melalui pesan singkatnya.
Harianto menjelaskan RAKO bergerak berdasarkan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 pasal 41 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi yang menitikberatkan peran serta masyarakat. Jadi menurutnya jika ada yang menyatakan RAKO menghambat pembangunan, oknum yang bilang itu bukan masyarakat anti korupsi.
“Kami juga merupakan LSM yang tidak pernah terlibat proyek maupun meminta proyek. Kami hanya menjalankan amanat undang-undang tersebut,” pungkasnya
(**In)